Sudah 10 tahun kita reformasi namun masih saja tidak ada yang ter-Reformasi dari segala ruang lingkup, baik politik, sosial, budaya, maupun pendidikan. Politik dengan menghalalkan segala caranya untuk menggapai kejayaan dirinya itu, tidak memperdulikan apakah ia merugikan orang lain atau tidak. Tidak mau orang lain lebih baik dari pada dirinya, menghasut sana sini, mengobarkan fitnah yang pasti ia sama sekali tidak takut akan dosa.
Politiknya juga sangat berdampak pada kebobrokan nilai sosialis, yang hanya mementingkan dirinya sendiri ketimbang khalayak ramai. Menindas dengan sewenang-wenang seperti zaman jahiliyah yang menganggap orang lain itu budak, yang bisa ia perlakukan sesuai dengan keinginannya.
Di Indonesia sudah banyak yang mempunyai gelar Sarjana, Doktor, dan Profesor, yang semestinya semakin banyak orang pintar maka kehidupan di-Indonesia ia akan baik. Karena, ia lebih mengenal istilah yang baik dan buruk, apa yang harus ia lakukan dan tidak. Namun kenyataannya terbalik, orang yang kita anggap pintar, baik, bijaksana, bermoral malah lebih banyak yang melakukan semua perbuatannya itu dengan kotor, keji, nista dan tidak bermoril, sungguh ironis bukan.
Jadi, apakah semestinya kita tidak perlu ber-Pendidikan?? Pertanyaan yang perlu kita jawab bersama.
Sekarang kita lihat dan perhatikan dari golongan bawah/rakyat miskin. Bertahan hidup untuk se-Suap nasi, menahan terik matahari yang sudah membuat kulitnya gosong bak arang. Menggendong kedua anaknya menahan pegal dipundaknya. Kehausan, Kelaparan dan Kecapaian.
Dalam keadaan seperti itu, mereka tetap saja mempunyai rasa hormat, dan sopan santun terhadap orang lain. Mereka bekerja sama untuk mendapatkan makanan hari ini, tanpa merusak hubungan karena senasib-sepenanggunan. Keperduliannya terhadap orang lain masih ia lakukan walaupun ia sendiri belum tentu mendapatkan makan yang layak.
Dibalik itu, dari sebuah rumah gedung full AC di setiap ruangan gedungnya. Tiga mercy mewah bersarang dirumahnya. Berjalan kesuatu tempat dengan tenang dan nyamannya. Tiap kali ia pulang pasti mengantongi uang jutan rupiah. Namun, ternyata ia mengambil uang hasil potongan gajih anak buahnya. Pekerjaan yang ia tekuni sering membuat kehidupannya gelisah karena selalu menganggap orang lain itu saingannya yang seharusnya disingkirkan. Sungguh mengherankan, hidup sudah mencukupi, mercy bersarang, namun menindas kawannya sendiri...,
Beginilah kehidupan penuh dengan persaingan, penindasan, pengorbanan, harus ada yang dikorbankan dan lain-lainnya. Lalu apakah kita ini masih dianggap sudah reformasi...????
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar